Materi PKN

2.1.      PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
            Salah satu jalan untuk mencapai filsafat dan berpikir ilmiah dimulai dari penalaran secara etimologis. Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “sophos” yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat, menurut asal katanya, berarti cinta pada kebijaksanaan; cinta dalam arti luas sebagai keinginan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran sejati. Oleh karena itu, secara sederhana pemahaman filsafat adalah keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sejati.
            Menurut Notonagoro (1975), pengertian filsafat Pancasila mempunyai sifat mewujudkan ilmu filsafat, yaitu ilmu yang memandang Pancasila dari sudut hakikat. Pengertian hakikat adalah unsur-unsur yang tetap dan tidak berubah pada suatu objek. Sifat tidak berubah akan terlepas dari perubahan keadaan, tempat, dan waktu, yang disebut pengertian hakikat abstrak. Pengertian hakikat abstrak dimungkinkan, bahkan diharuskan, pada rumusan sila-sila Pancasila. Rumusan sila-sila itu terdiri atas kata-kata pokok dan kata-kata sifat. Kata-kata pokok terdiri atas kata-kata dasar, yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Empat sila dibubuhi awalan- akhiran ke – an dan satu pe – an. Kedua macam awalan-akhiran itu menurut tata bahasa menjadikan abstrak dari kata dasarnya. Pengertian yang demikian disebut pengertian yang abstrak umum universal. Isinya sedikit tetapi luasnya tidak terbatas, artinya meliputi segala hal dan keadaan yang terdapat pada bangsa dan Negara Indonesia dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
            Secara etimologis, kata ideologi juga berasal dari bahasa Yunani “idea” yang berarti gagasan atau cita-cita, dan “logos” yang berarti ilmu sebagai hasil pemikiran. Jadi, secara sederhana, pemahaman ideologi adalah suatu gagasan atau cita-cita yang berdasarkan hasil pemikiran. Dalam arti luas, ideologi diartikan sebagai keseluruhan gagasan, cita-cita, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi sebagai pedoman. Dalam arti sempit, ideologi diartikan sebagai gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang hendak menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus berpikir, bersikap dan bertindak.
            Pancasila sebagai ideologi diartikan sebagai keseluruhann pandangan, cita-cita, keyakinan bangsa Indonesia mengenai sejarah, masyarakat, hukum dan Negara Indonesia sebagai hasil kristalisasi nilai-nilai yang sudah ada di bumi Indonesia bersumber pada adat istiadat, budaya, agama, dan kepercayaan kepada Tuhan YME.
            Pancasila sebagai ideologi digali dan ditemukan dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia, serta bersumber dari pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu ideologi Pancasila milik semua rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan demikian, rakyat Indonesialah yang berkewajiban untuk mewujudkan ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena ideologi Pancasila bersumber pada manusia Indonesia, maka ideologi Pancasila merupakan ideologi terbuka. Ideologi yang dapat beradaptasi terhadap proses kehidupan baru dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain tetapi konsisten mempertahankan isdentitas dalam ikatan persatuan Indonesia.
           

2.2.      PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
            Masyarakat atau bangsa Indonesia sebelum mendirikan Negara Indonesia sudah memiliki nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup, jiwa, dan kepribadian dalam pergaulan. Nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia terdapat dalam adat istiadat, dalam budaya, dan dalam agama-agama atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan. Nilai-nilai luhur itu kemudian menjadi tolok ukur kebaikan yang berkenan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi, seperti cita-cita yang ingin diwujudkannya dalam hidup manusia. Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur itu merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup atau weltanschauung berfungsi sebagai kerangka acuan, baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi manusia dengan komunitas dan alam sekitarnya.
            Ketika cita-cita menjadi bangsa yang bersatu sudah sangat bulat untuk hidup bersama (living together) dalam satu Negara merdeka, para pendiri Negara Indonesia merdeka sampai pada satu pertanyaan yang sangat mendasar :”diatas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini didirikan”. Pertanyaan ini muncul untuk menjawab kenyataan bahwa bangsa Indonesia yang menegara tidak mungkin memiliki pandangan hidup atau falsafah hidup yang sama dengan Negara lain karena nilai-nilai luhur yang dimiliki tiap bangsa berbeda.
            Nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup yang berkembang dalam masyarakat Indonesia sebelum menegara itulah yang kemudian oleh para pendiri Negara digali kembali, ditemukan, dirumuskan, dan selanjutnya disepakati dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebagai dasar filsafat Negara dari Negara yang akan didirikan. Nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup masyarakat Indonesia itu terdiri atas nilai keimanan dan ketaqwaan, nilai keadilan dan keberadaban, nilai persatuan dan kesatuan, nilai mufakat, dan nilai kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut kemudian disepakati oleh para pendiri Negara sebagai dasar filsafat Negara Indonesia merdeka, yang oleh Ir. Soekarno diusulkan bernama Pancasila. Oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), rumusan nilai-nilai dasar Negara tersebut diformulasikan kembali sebagai lima sila Pancasila dengan urutan : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan (5) Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan Pancasila secara resmi sebagai pandangan hidup bangsa dan pandangan hidup Negara. Dengan demikian, Pancasila adalah filsafat Negara yang lahir sebagai cita-cita bersamadari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam, yang dilakukan oleh para pendiri Negara kita.
Dalam pengertian inilah maka sebelum masyarakat Indonesia menjadi bangsa dan menegara, nilai-nilai luhur Pancasila telah menjadi bagian dari kehidupan diri pribadi dan masyarakatnya. Setelah masyarakat Indonesia menjadi bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Nilai-nilai Pancasila itu dikembangkan sebagai pandangan hidup bangsa dan juga dikembangkan sebagai pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa dan pandangan hidup Negara dapat disebut sebagai ideologi Negara. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi ideologi Negara dimaksudkan untuk memungkinkan bangsa Indonesia dalam mengelola bangsa dan Negara memiliki satu kesatuan system filsafat yang jelas dan sama. Dengan demikian bangsa Indonesia memiliki satu pedoman dan sumber nilai – sebagai hasil karya terbesar bangsa Indonesia – di dalam memecahkan berbagai persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan serta hukum dalam gerak kemajuan bangsa dan Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
            Pancasila sebagai kesatuan system filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epsitemologis, dan dasar aksiologis.

1. Dasar Ontologis
            Ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang hakikat segala sesuatu yang ada atau untuk menjawab pertanyaan “apakah kenyataan itu”. Pancasila terdiri dari lima sila yang saling mengikat sedangkan subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia. Secara filsafat, Pancasila merupakan dasar filsafat Negara. Oleh karena itu pendukung pokok Negara adalah rakyat dan unsur-unsur rakyat adalah manusia. Manusia sebagai subjek hukum utama dari sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hakikat mutlak monopluralis, yaitu memiliki susunan kodrat : jiwa dan raga, rohani dan jasmani; sifat kodrat : makhluk individu dan makhluk sosial, dan kedudukan kodrat : makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Berkaitan dengan itu, maka secara hirarkis, sila pertama mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila.
            Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu sifat kodrat monodualis. Sebagai konsekwensinya, nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh dengan sifat dasar mutlaknya berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut manjadi dasar dan jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara harus berpedoman dan bersumber kepada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk Negara, sifat Negara, tujuan Negara, tugas dan kewajiban Negara dan warga Negara, system hukum Negara, moral Negara, dan penyelenggaraan Negara lainnya.

2. Dasar Epistemologis
            Epistemologis adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang apakah kebenaran atau apakah hakikat ilmu pengetahuan. Upaya untuk mendapatkan jawaban tentang kebenaran dilakukan dengan pembuktian melalui ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kajian epistemologis filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu system pengetahuan. Karena hakikat dasar ontologis sila-sila Pancasila adalah manusia, maka kajian epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
            Tiga persoalan mendasar dalam kajian epistemologis : (1) tentang sumber pengetahuan manusia, (2) tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, (3) tentang watak pengetahuan manusia. Pancasila sebagai objek kajian epistemologis mencakup sumber dan susunan pengetahuan Pancasila.
            Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri yang kemudian dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia ketika mendirikan Negara. Hal ini berarti, bahwa nilai-nilai tersebut menjadi kausa materialis Pancasila. Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah manusia Indonesia dengan nilai-nilai yang dimilikinya (adat istiadat, budaya, dan religius) maka antara manusia Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila dan Pancasila sebagai suatu system pengetahuan terdapat kesesuaian yang bersifat korespondensi.
            Pancasila sebagai suatu system susunan pengetahuan memiliki susunan bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila=sila Pancasila bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal, dimana (1) sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya, (2) Sila kedua dijiwai oleh sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima, (3) sila ketiga dijiwai oleh sila pertama dan kedua serta menjiwai sila keempat dan sila kelima, (4) sila keempat dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, (5) Sila kelima dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
            Demikian maka susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologis Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.
            Selanjutnya dinyatakan bahwa kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis dari potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi.
            Demikian juga dalam sila ketiga, sila keempat,dan sila kelima, kajian epistemologis Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia Indonesia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
            Sebagai suatu paham epistemologis, Pancasila mendasarkan pandangan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas reeligius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Pancasila dalam kajian epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


3. Dasar Aksiologis
            Aksiologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang nilai praktis atau manfaat suatu pengetahuan. Kajian aksiologis filsafat Pancasila pada hakikatnya mengkaji tentang nilai praktis atau manfaat suatu pengetahuan Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat meemiliki satu kesatuan dasar aksiologis, nilai-nil;ai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila pada hakikatnya juga merupakan satu kesatuan. Dengan demikian, dasar aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa pembahasan tertuju pada filsafat nilai Pancasila. Dalam memandang tentang arti : (1) menurut sudut pandang subjektif, yaitu bahwa sesuatu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai, dan (2) menurut sudut pandang objektif, yaitu bahwa pada hakikatnya sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri memang bernilai.
            Menurut Notonagoro, niali-nilai Pancasila termasuk nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, sedangkan nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan aktivitas atau kegiatan. Nilai kerohanian dapat dirinci ke dalam empat tingkatan nilai, yaitu (1) nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi, atau cipta manusia, (2) nilai estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia, (3) nilai moral atau kebaikan, yaitu nilai yang bersumber pada unsure kehendak manusia, dan (4) nilai religius atau kesucian, yaitu nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak, berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan manusia, bersumber pada wahyu yang berasal dari Tuhan Yang  Maha Esa. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai estetis, nilai moral dan nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik –  hierarkis, dimana sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila.
            Secara dasar aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai Pancasila, bangsa Indonesia yang mengakui, menerima, menghargai, serta mengamalkan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penerimaan, dan penghargaan serta pangamalan bangsa Indonesia terhadap Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai akan terlihat secara kasat mata dalam setiap sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Dengan demikian, secara aksiologis bangsa Indonesia sendiri yang wajib mengambil peran untuk mengemban tugas merealisasikan nilai-nilai Pancasila.
















2.3.      SUSUNAN ISI ARTI PANCASILA 
            Pancasila sebagai suatu sistem susunan pengetahuan memiliki susunan bersifat formal logis dalam arti susunan sila-sila Pancasila sebagaimana telah dibahas pada bagian dasar  epistemologis. Adapun arti susunan isi arti sila-sila Pancasila meliputi tiga hal,yaitu (1) isi arti Pancasila yang abstrak umum universal, (2) isi arti Pancasila yang umum kolektif, dan (3) isi arti Pancasila yang khusus konkrit.
            Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan, tertib hukum Indonesia, dan realisasi praktisnya dalam berbagai bidang kehidupan konkrit. Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal dimaksudkan tidak hanya terdapat dalam pikiran atau angan-angan belaka karena Pancasila itu merupakan cita-cita bangsa yang menjadi dasar filsafat Negara. Sila-sila Pancasila berhubungan dengan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil yang menjadi landasan Pancasila. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai itu benar-benar ada hingga tidak lagi menjadi soal tentang hal ada atau tidak adanya. Hubungan itu ada di antara Negara dengan Tuhan, manusia, satu, rakyat, adil, ialah kesesuaian sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam Negara dengan Tuhan, manusia, satu, rakyat, adil.
            Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal sebagai prinsip dasar umum merupakan pengertian yang sama bagi bangsa Indonesia. Pengertian yang abstrak umum universal itu dikehendaki oleh Pancasila seperti tercantum sebagai kata pokok pada sila-silanya, yaitu Katuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Kata-kata pokok tersebut jelas merupakan kata yang abstrak umum universal. Antara kata dasar Tuhan, manusia, satu, rakyat, adil dengan bangsa Indonesia terdapat hubungan yang berasaskan hubungan sebab akibat. Hu bungan ini merupakan hubungan yang mutlak hingga antara bangsa Indonesia dan Pancasila mengandung unsur keharusan. Dengan demikian hubungan antara bangsa Indonesia dengan Pancasila tidak dapat ditiadakan, di satu pihak Pancasila sebagai sebabnya dan bangsa Indonesia sebagai akibatnya.
            Realisasi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan memerlukan pengkhususan isi rumusannya yang secara abstrak umum universal menjadi pengertian yang umum kolektif dan yang khusus konkrit. Isi arti umum kolektif adalah realisasinya dalam bidang-bidang kehidupan. Pancasila sebagai pedoman dan sumber nilai kolektif bangsa dan negara Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia, sedangkan isi arti khusus konkrit dimaksudkan bagi realitas atau realisasi praktis dalam suatu lapangan kehidupan tertentu sehingga memiliki sifat khusus konkrit.
            Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu, rakyat, adil merupakan konsep filsafat Pancasila yang bercorak tematif selanjutnya diuraikan menjadi isi arti Pancasila yang umum kolektif dan khusus konkrit sebagai sistem etika Pancasila yang bercorak normatif, yaitu bahwa hakikat manusia adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.











2.4.      ASAL MULA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
            Ditelusuri dari Proses pembentukannya
1.     Kausa Materialis
Pancasila yang sekarang menjadi ideologi Negara bersumber pada bangsa Indonesia. artinya bahwa bangsa Indonesia sebagai kausa materialis (asal mula bahan) dari adanya Pancasila. Nilai-nilai Pancasila digali dari kekayaan bangsa Indonesia, berupa adat istiadat, budaya, dan nilai religious yang terpelihara dan berkembang sebagai pandangan hidup.
2.     Kausa Formalis
Kausa Formalis (asal mula bentuk) Pancasila sebagai ideologi Negara merujuk kepada bagaimana proses Pancasila itu dirumuskan menjadi Pancasila yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945, yaitu berasal mula bentuk pada pidato Ir Soekarno yang selanjutnya dibahas dalam siding BPUPKI khususnya mengenai bentuk rumusan dan nama.
3.     Kausa Efisien
Asal mula karya yang menjadikan Pancasila dari calon ideologi negara menjadi ideologi negara yang sah. Asal mula karya Pancasila menjadi ideologi Negara adalah PPKI yang berperan sebagai pembentuk negara. Sebagai pemegang kuasa membentuk negara, PPKI mengesahkan Pancasila menjadi ideologi negara yang sah setelah melaluji pembahasan mendalam pada siding-sidang BPUPKI.
4.     Kausa Finalis
Pancasila dirumuskan dan dibahas pada siding-sidang para pendiri negara untuk diwujudkan sebagai ideologi negara yang sah. Kausa finalis (asal mula tujuan) mewujudkan Pancasila sebagai ideologi negara yang sah adalah para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan. Para anggota dari badan itulah yang menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila ditetapkan oleh PPKI sebagai ideologi negara yang sah.



2.5.      HAKIKAT DAN FUNGSI IDEOLOGI PANCASILA
1.     Hakikat Ideologi Pancasila
        Pada hakikatnya ideologi Pancasila tidak lain adalah hasil refleksi bangsa Indonesia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Antara ideologi dan kenyataan hidup bangsa terjadi hubunan dialektis, hingga berlangsung pengaruh timbale balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihak memacu ideologi makin realistis dan di lain pihak mendorong bangsa Indonesia untuk terus berusaha mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir bangsa Indonesia namun juga membentuk bangsa Indonesia menuju cita-cita. Dengan demikian, ideologi bukanlah sebuah pengetahuan teoritis belaka tetapi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan, Ideologi Pancasila adalah satu pilihan yang jelas membawa komitmen bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, semakin mendalam kesadaran ideologis setiap bangsa Indonesia akan berarti semakin tinggi pula rasa komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap setiap orang Indonesia yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normatif yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.     Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara
        Pancasila sebagai ideologi negara memberikan orientasi yang lebih eksplisit, lebih terarah kepada keseluruhan sistem masyarakat dalam berbagai aspeknya dan dilakukan dengan cara dan penjelasan yang lebih logis dan sistematis.
        Pancasila sebagai ideologi negara berawal dalam fungsinya sebagai pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia kemudian oleh para pendiri negara dieksplisitasi lebih lanjut ke dalam kondisi hidup modern dan dibersihkan dari unsure-unsur magis atau mistik agar mampu memberikan orientasi yang jelas dalam mencapai tujuan dan dalam memecahkan persoalan yang dihadapi.
        Ideologi Pancasila bukanlah agama. Pedoman dan sumber nilai bermasyarakat yang diberikan oleh ideologi Pancasila ditujukan secara langsung untuk kehidupan dunia ini, walaupun secara tidak langsung dapat mengait atau mengacu kepada kehidupan yang akan dating. Isi yang dikemukakan ideologi Pancasila bukanlah wahyu Tuhan melainkan hasil pikiran manusia berkat daya refleksinya yang tajam mengenai segala sesuatu dan segala kejadian di sekelilingnya, dan daya kreasi dalam usaha memecahkan persoalan yang dihadapi serta memperhatikan masa depan. Oleh karena itu, sikap bangsa Indonesia terhadap ideologi Pancasila bukanlah sikap percaya terhadap suatu ajaran melainkan sikap natural terhadap prinsip-prinsip hidup yang dikendalikan oleh akal budi dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
        Merujuk kepada di atas, fungsi ideologi Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia adalah untuk memberikan :
1.     Struktur kognitif : yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
2.     Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
3.     Norma-norma yang menjadi pedoman dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia untuk melangkah dan bertindak.
4.     Bekal dan jalan bagi orang-seorang untuk menemukan identitasnya sebagai bangsa Indonesia.
5.     Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong bangsa Indonesia untuk menemukan aktivitas dan mencapai tujuan.
6.     Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta mempolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalam ideologi Pancasila.


2.6.      PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
1.     Prinsip dan Faktor Pendorong Keterbukaan Pancasila
        Sejak ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai ideologi bangsa dan ideologi negara, Pancasila memiliki sifat hakikat sebagai ideologi terbuka. Pada prinsipnya :
(1) Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti membuka pintu lebar-lebar untuk menerima begitu saja hal-hal dari luar yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi dalam prinsipnya untuk memperkaya wawasan dan orientasi dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga Pancasila makin efektif dan dinamis dalam menghadapi persoalan, kondisi global, dan tantangan zaman. Kondisi baru dan tantangan zaman mendorong bangsa Indonesia untuk menegaskan sikap, pendirian, dan kesiagaan tinad yang responsif, dinamis, dan efektif.
(2) Keterbukaan ideologi Pancasila menjamin tidak totaliter. Pernyataan ini mengandung pengakuan bahwa warga negara adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, hak atau kebebasan asasi dari makhluk pribadi yang mandiri berkaitan dengan kehidupan politis, kehidupan religious, kehidupan sosial-budaya atau kehidupan ekonomi juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap masyarakat sebagai warga negara. Untuk itu, seorang warga negara wajib belajar sepanjang hidupnya dalam rangka mengembangkan diri dan mampu mengendalikan diri. Jadi dia pun harus terbuka. Keterbukaan diisi dengan proses internalisasi atau penghayatan terhadap nilai-nilai hidup bersama yang terkandung dalam ideologi Pancasila.
(3). Keterbukaan menjadikan Pancasila tidak eksklusif. Artinya, nilai-nilai dasar Pancasila dapat menyaring unsur-unsur baru yang dapat memperkaya perkembangan dan pelaksanaan ideologi Pancasila itu secara positif kea rah kemajuan kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia, dan,
(4) Keterbukaan mendorong Pancasila menjadi dinamis. Setiap warga negara berkewajiban untuk mengubah nilai dasar Pancasila menjadi operasional ke dalam sistem kehidupan kenegaraan secara nasional.

        Faktor yang mendorong Pancasila sebagai ideologi terbuka antara lain adalah :
a.     Kenyataan bahwa dalam proses pembangunan nasional, dinamika masyarakat Indonesia berkembang dengan sangat cepat sehingga memerlukan kejelasan sikap secara ideologis. Contoh, dalam menyikapi globalisasi ekonomi.
b.     Kenyataan menunjukan bahwa bangkrutnya ideologi tertutup seperti komunisme cenderung mengisolasi diri dari perkembangan lingkungan sekitarnya.
c.     Pengalaman sejarah politik bangsa Indonesia masa lalu, seperti pada waktu besarnya pengaruh komunisme, Pancasila pernah menjadi doktrin yang kaku. Demikian juga pada waktu pemerintahan Orde Baru sangat dominan untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup bahkan dalam melaksanakan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), materi penataran dirumuskan atas kemauan pemerintah bukan atyas hasrat pengamalan dari masyarakat Indonesia sehingga Pancasila sebagai ideologi tidak berfungsi.
d.     Tekad untuk membangkitkan kembali kesadaran bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai dasar Pancasilamyang bersifat abadi dan hasrat mengembangkannya secara kreatif dan dinamis dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.


2.     Tiga Dimensi Ideologi Pancasila
            Pancasila sebagai ideologi memiliki dimensi-dimensi realitas, tdealitas, dan fleksibilitas.
a.     Dimensi Realitas
Nilai yang terkandung dalam Pancasila bersuber dari nilai-nilai yang riil dan hidup dalam masyarakat sehingga nilai-nilai dasar ideologi Pancasila hidup tertanam dan berakar dalam masyarakat. Ideologi Pancasila bersumber dari pandangan hidup yang terpelihara dalam adat istiadat, budaya, agama dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.     Dimensi Idealitas
Ideologi Pancasila mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Cita-cita bangsa Indonesia telah dicantumkan dengan jelas dalam alinea ke II Pembukaan UUD 1945 yang juga berfungsi sabagai penuangan cita-cita Proklamasi Kenerdekaan 17 Agustus 19i45.
c.     Dimensi Fleksibilitas
Ideologi Pancasila bersifat terbuka dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia sebab memiliki kemampuan untuk melakukan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan perubahan dan kemajuan zaman.

3.     Tingkatan Nilai Ideologi Pancasila
            Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tidak berubah, dan tidak langsung dapat dioperasionalkan. Untuk dapat diterapkan dalam bentuk pola piker yang dinamis dan konseptual, nilai dasar Pancasila harus diuraikan terlebih dahulu ke dalam nilai instrumental kemudian ke dalam nilai praktis. Oleh karena itu, ada tiga tingkatan nilai dalam ideologi Pancasila, yaitu :
a.     Nilai dasar
Nilai dasar atau norma dasar Pancasila merupakan wujud dari isi arti Pancasila yang abstrak umum universal, yang bersifat tidak berubah, tidak terikat dengan tempat dan waktu. Nilai dasar ini berbentuk kaidah-kaidah hakiki menyangkut eksistensi negara, cita-cita dan tujuan, tatanan dasar dan cirri-ciri khasnya.
b.     Nilai Instrumental
Nilai instrumental menjadi sarana mewujudkan nilai dasar. Nilai instrumental merupakan wujud dari isi arti Pancasila yang umum kolektif, penerapannya secara kontekstual disesuaikan dengan tuntutan zaman, akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang sesuai dengan kebutuhann tempat dan waktu. Nilai instrumental dapat berbentuk kebijakan, strategi, organisasi, sistem, rencana, atau program-program yang merupakan tindak lanjut dari nilai dasar.
c.     Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan wujud dari isi arti Pancasila yang khusus konkrit. Nilai praksis adalah wahana pelaksanaan nilai dasar dan instrumental secara nyata yang sesungguhnya. Nilai praksis sebagai wahana untuk menujukkan bahwa nilai dasar berfungsi dalam kehidupan sekaligus sebagai sarana mengevaluasi atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan nilai dasar dalam suatu bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

0 komentar:

Posting Komentar